Rabu, 10 Maret 2010

Pernyataan Guru Besar UNJ Arif Rachman

Menarik pernyataan yang dilontarkan oleh Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Arif Rachman (juga sebagai pakar pendidikan) yang menyatakan bahwa praktik pendidikan di Indonesia saat ini telah salah kaprah. Orientasinya hanyalah pada aspek kognitif semata. Padahal, banyak aspek penting lain yang perlu diajarkan di sekolah, misalnya karakter daya juang. “Pengajaran rumpun humaniora lebih banyak pengetahuan kognitifnya. Sebaliknya, pembiasaan pada pembentukan sikap malah miskin.” Yang lebih membuat menarik mengenai pernyataannya jika dihubungkan ke tingkat perguruan tinggi. Dia bilang, “Makanya, kalau ada mahasiswa yang diwisuda di depan dengan predikat cum laude, saya mesti tersenyum. Anak itu belum tentu punya semangat juang yang baik setelah lulus. Sebaliknya, anak yang suka jadi korlap di demo-demo dan IPK-nya cuma 2,9 malah survive.” Luar biasa. Saya sependapat dengannya.

Jalan Sore

Jalan-jalan sore dengan naik motor memang benar-benar asyik banget. Jalan ke mana saja, seperti tanpa tujuan, bisa buat pikiranku ini jadi lebih fresh. Apalagi aku bisa melihat secara langsung kehidupan masyarakat kita yang sekiranya tidak sering dilihat oleh kebanyakan orang. Keluar masuk dari satu tempat ke tempat lain, aku bisa merasakan secara jelas keseharian mereka menjalani hidup. Terkadang ada yang bisa membuat hatiku tersentuh dan miris. Melihat anak yang seharusnya seusia mereka itu menikmati masa kecil, tapi harus mencari uang demi kehidupan yang mereka jalani. Seorang wanita setengah baya, berjalan seperti tanpa tentu arah, wajah yang lesu dan memelas. Lelaki tua yang berjualan pisang di pinggir jalan, yang melihatnya saja aku kasihan, sudah tua tapi masih bekerja kasar. Seperti itu segelintir kehidupan yang dijalani oleh masyarakat kita. Yaa... setidaknya aku diharuskan berbesar hati melihat itu semua. Aku juga memiliki kedua orang tua, yang pada suatu saat nanti mereka akan bangga pada anak-anaknya karena melihat mereka berhasil menjadi “orang”. Aku berjanji untuk ini.

Kekagumanku pada Boediono

Saya sungguh benar-benar kagum dengan sosok seorang negarawan di negeri ini. Dialah Wakil Presiden RI Prof. Dr. Boediono. Di luar track record nya yang cenderung kontroversial, terkait dengan kebijakan dana talangan Bank Century tahun 2008 saat dia masih menjabat sebagai Gubernur BI, saya mengagumi kepribadian dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang terlihat sabar, bersahaja, sederhana, dan selalu kalem dalam menghadapi persoalan yang pelik sekalipun. Tapi saya yakin dengan latar belakangnya sebagai ekonom dia akan mampu menjalankan tugas negara dengan integritas yang tinggi dan penuh dengan jiwa profesionalisme yang kuat dalam dirinya.

Khutbah Jumat Provokatif

Hari Jumat (15/1) aku sengaja untuk sholat jumat di mesjid Kampus Universitas Trisakti, karena jam 13.30 ada jadwal ujian akhir semester. Sebelumnya aku pikir memang tidak ada hal yang luar biasa pada sholat jumat tersebut. Khutbah seperti biasa. Sholat jama’ah seperti biasa. Kecuali waktu kurang lebih setahun yang lalu. Ada kejadian menarik. Imam sholat melakukan kesalahan dalam gerakan dan rakaat sholat. Membuat kacau semua jama’ah. Lebih untung karena di akhir dia menyatakan maaf sebesar-besarnya. Tapi pada sholat jum’at kemarin itu ada satu hal yang membuat ku miris. Persoalan ada pada khutbah Jum’at. Makna awalnya cukup baik, “menanamkan jiwa islami dan kecintaan terhadap Islam.” Tapi siapa sangka pengkhutbah memasukkan materi-materi yang bagiku aneh dan tidak pantas. Bagaimana bisa dia menanamkan kebencian yang mendalam kepada orang-orang non-Muslim, meski itu secara tersirat dalam khutbahnya. Dengan cara menyudutkan agama lain dengan pernyataan-pernyataan yang sangat provokatif. Pernyataan yang masih ku ingat dan yang paling kasar dibanding dengan pernyataan-pernyataannya yang lain (pernyataan dalam khutbahnya banyak yang tidak baik untuk diutarakan di hadapan publik menurut pendapatku), “80% penduduk Indonesia beragama Islam. Tapi Indonesia adalah negara dengan tingkat korupsi paling tinggi di dunia. Lebih tinggi dari negara yang menjadikan seorang nabi sebagai tuhannya. Lebih tinggi dari negara yang menjadikan api sebagai tuhannya. Lebih buruk dari negara-negara komunis seperti China, Kuba, dan Rusia yang notebene tidak bertuhan sekalipun.” Satu hal dia salah, Rusia sudah “modern”. Selama yang aku tahu mereka sudah lama meninggalkan jauh sejarah Uni Soviet-nya. Saat ini mereka beralih menjadi negara kapitalis. Mengesampingkan soal korupsi yang membuat bobrok negara kita tercinta, pernyataan pengkhutbah Juma’at bisa menimbulkan permusuhan antar umat beragama. Tidak seharusnya seorang muslimin menyudutkan agama lain seperti itu, apalagi itu dalam situasi peribadatan. Bagaimanapun juga mereka non-Muslin hidup berdampingan dengan kita. Aku adalah penganut Islam yang universal, tidak sempit, di mana saling menghormati dan menghargai antar umat beragama adalah mutlak untuk suatu kedamaian. Radikalisme harus dihilangkan dari jiwa anak-anak muda. Apalagi jika sudah menyinggung soal suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Bangsa ini sangat sensitif dengan hal-hal tersebut. Sedikit saja tersentil, maka jangan kaget jika ada chaos ataupun konflik antar suku/agama di mana-mana. Tapi yang akhirnya meredakan hatiku adalah di akhir khutbah dia mengatakan “kurang lebih saya mohon maaf”, yang walaupun sepertinya tidak tulus tapi setidaknya sudah sedikit bisa “menyelamatkan” dirinya dari cap-cap ekstremis radikal muslim dari orang-orang yang tidak setuju dengannya.

Deskripsi Pada Sore Hari

Saya adalah lelaki berkaca mata yang saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas terkemuka di Indonesia yang berada di ibu kota negera ini, Jakarta. Semua orang sudah pasti tahu, walaupun tidak semua masyarakat Indonesia mengetahuinya, julukan “Kampus Pahlawan Reformasi” yang terus melekat sampai kapanpun pada almamater dan seluruh sivitas akademika Universitas Trisakti. Jika mendengar julukan itu, orang akan flashback ke masa lalu, tepatnya pada 12 Mei 1998. Saat itulah terjadi peristiwa bersejarah sekaligus sebagai sebuah gerakan mahasiswa paling berdarah sepanjang berdirinya bangsa dan negara sampai saat ini. Penembakan oleh aparat keamanan kepada mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti setelah melakukan aksi damai menentang rezim pemerintahan negeri ini pada pada saat itu. Aksi damai yang berakhir tragis dan menyedihkan yang sangat mendalam karena menyisakan empat kawan kami yang tewas tertembus timah panas pada saat itu. Saya memang tidak berada pada peristiwa itu, bahkan saya tidak mengerti sama sekali tentang peristiwa tersebut yang merembet menjadi kerusuhan massal di Jakarta dan daerah karena pada saat itu saya masih berusia 10 tahun. Tetapi setidaknya saya bisa merasakan suasana mencekam pada saat itu dan pedihnya sebagai mahasiswa karena sampai terjadi adanya korban tewas dalam aksi mahasiswa.

Segelitir kawan-kawanku ada yang menyebut diri saya sebagai aktivis kampus yang berkarya memberikan semacam sumbangsih yang berguna bagi kemahasiswaan. Tapi menurut diri saya pribadi, saya hanyalah mahasiswa biasa yang dituntut oleh orang tua untuk terus menuntut ilmu dan menyelesaikan kuliah secapatnya. Memang saya pernah aktif di organisasi kemahasiswaan / ormawa kampus (menjabat sebagai Ketua Bidang Pengkajian Ilmiah Badan Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi USAKTI pada periode kerja 2008/2009) untuk menemukan, mengembangkan, dan menyalurkan potensi dalam diri saya. Banyak sekali pengalaman baru yang saya temukan di sana, terutama yang paling berkesan bagiku berinteraksi dengan kawan-kawan seperjuangan di dalam satu organisasi. Kami sering berbeda pemikiran dan bahkan berselisih, tapi itulah yang kusebut seni dalam berorganisasi.

Semasa aktif di ormawa, saya berusaha untuk terus bisa memberi semua pemikiran dan kreatifitas yang ku punya untuk membuat suatu kegiatan yang penting bagi kemahasiswaan yang masih ada hubungannya dengan ilmiah. Saat itu saya memimpin divisi yang melingkupi kegiatan semacam pertemuan dan penelitian ilmiah di bidang ilmu Akuntansi. Saat di awal untuk dipercayakan sebagai ketua, yang ada dipikiran saya hanyalah bagaimana saya bisa memberikan kepercayaan kepada semua anggota saya bahwa mereka bisa percaya pada diri saya untuk mampu memimpim divisi tersebut. Lalu seiring berjalannya waktu, saya menuntut diri sendiri untuk bisa mendidik semua junior-junior saya agar nantinya mereka paling tidak bisa mengerti tentang cara membuat suatu kegiatan (acara/event) dan menjalankan birokrasinya di lingkungan kampus.

Saya berkata jujur bahwa pada saat saya aktif di ormawa tidak mengharapkan pamrih apapun, yang saya lakukan dan berikan adalah ikhlas untuk bisa memberi dan mengabdi kepada semua mahasiswa (khususnya mahasiswa Jurusan Akuntansi). Menurutku, mahasiswa yang aktif di ormawa sejatinya adalah pejabat mahasiswa yang harus melayani semua kebutuhan kemahasiswaan, menyalurkan aspirasi, dan memperjuangkan semua hak-hak mahasiswa yang dianggap benar dan tidak menyalahi aturan. Jika keluar ke lingkungan masyakakat, maka perjuangan berubah menjadi sebuah gerakan untuk mengedepankan hak-hak dan kepentingan rakyat dalam berbangsa dan bernegara. Itulah yang seharusnya ada pada jiwa dan hati seluruh mahasiswa Indonesia. Mengejar cita-cita adalah impian dan tujuan yang harus digapai. Tetapi kontrol sosial yang sehat dan berintelektual harus ada untuk keseimbangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sungguh mulia hidup ini kalau semua orang setidaknya berpikir untuk bisa terus mengedepankan kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Bila ketiga hal tersebut sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, maka kedamaian di dunia ini akan tercipta.

Rabu, 22 Juli 2009

Logika..

Sebenarnya...

Ketidakakuratan hati dan pikiran berakibat pada menurunnya eksplorasi diri
Sungguh memalukan di tengah zaman yang menuntut segala perubahan
Aku tahu yang aku pikirkan karena aku bisa melihat sekelilingku
Diri ini serasa ingin berlari jika melihat itu semua

Dan...

Ketika suatu logika dibenamkan oleh suatu pemikiran
Saat itu nyali akan menghilang bersama kemunafikan
Ketika suatu masa dijerumuskan oleh suatu kebohongan
Saat itu raga ini bergejolak mengikuti hati pikiran

Serta...

Pantaskah dunia ini jika ketidakwarasan mengambil alih
Adilkah dunia ini jika kesombongan menampuk tinggi di udara
Hebatkah dunia ini jika kehinaan selalu datang menyusuri relung hidup
Relakah dunia ini jika segala yang buruk bercokol di hati sanubari

Sehingga...

Kemurnian menjadi milik Tuhan
Keabadian menjadi sebuah impian
Keikhlasan menjadi hal yang manusiawi
Ketulusan menjadi sifat yang ada
Kesucian menjadi dambaan setiap manusia

7 KUNCI MEMPERERAT PERSAHABATAN

LOVE..
sayangi sahabat kita setulus hati layaknya menyayangi diri sendiri dan antar sesama manusia

SADNESS..
kesedihan sahabat kita adalah kepedihan sekujur tubuh kita

HAPPINESS..
kesenangan sebenarnya yang didapat merupakan suatu kebersamaan yang telah lama dibangun

TRUTH..
persahabatan dijalin atas nama kebenaran dan kejujuran

SECRET..
menjaga agar tetap terkunci hak dan martabat masing-masing sahabat kita

HELP..
saling membantu adalah kunci yang utama

FAITH..
jiwa dan darah menyatu melalui hati yang suci